Iwan juga menekankan, jika terdapat tindakan-tindakan pelaksanaan di lapangan, yang dinilai kurang tepat atau tidak semestinya seperti bersifat memaksa, maka harus dicermati karena tindakan-tindakan semacam itu mungkin saja bersifat personal. “Tapi itu tetap akan kami cermati berdasarkan fakta yang ada,” kata Iwan.
Iwan mengingatkan, Mahkamah Agung (MA) sudah menguatkan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan pandemi Corona Virus Disease 2019. Pada Pasal 13A ayat (2) Perpres itu berbunyi bahwa bagi warga masyarakat yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin wajib mengikuti vaksinasi COVID-19; Pasal 13A ayat (4) bahwa setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran vaksin, yang tidak mengikuti vaksinasi COVID-19, dapat dikenakan sanksi administratif berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial; penundaan atau penghentian layanan adminitrasi pemerintahan; dan/atau denda.
Serta Pasal 13B berbunyi bahwa setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin COVID-19, yang tidak mengikuti Vaksinasi COVID19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A ayat (2) dan menyebabkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan penyebaran COVID-19, selain dikenakan sanksi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13A ayat (4) dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan undang-undang tentang wabah penyakit menular.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Parepare, Arifuddin Idris mengungkapkan, tidak ada tindakan pemaksaan atau pengancaman dalam vaksinasi anak ini, karena vaksinasi adalah hal yang wajib berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kebijakan Pemerintah Pusat tentang vaksin ini turun linear ke daerah. Dan daerah-daerah adalah pelaksana kebijakan itu.
“Kalau ada yang menyebut diancam sampai anak tidak naik kelas jika tidak mau divaksin, itu sama sekali tidak benar. Karena vaksin adalah wajib. Kami hanya bijaki bagi anak yang memang karena kondisinya tidak bisa divaksin harus belajar Daring di rumah. Karena kami ingin memastikan keamanan bagi anak-anak yang belajar tatap muka di sekolah,” tandas Arifuddin.
Sebelumnya, berbagai elemen masyarakat di Parepare turun menyampaikan aspirasi tentang penolakan vaksinasi bagi anak ini. Mereka menyampaikan aspirasi di Kantor Wali Kota Parepare, DPRD Parepare, dan Dinas Pendidikan Parepare.
Mereka meminta penghentian vaksinasi untuk anak, dan Pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap vaksinasi anak ini. (1/hms)